Di Medan, Murai Batu Aceh Paling Laris

Burung murai batu asal Aceh yang sudah resmi menjadi satwa dilindungi ternyata memiliki penggemar tersediri di Medan. Bahkan untuk mendapatkan burung yang memiliki kicauan khas itu, penggemarnya rela merogoh kocek dalam.


Murai batu aceh dinilai pecinta burung di Medan memiliki kecantikan yang berbeda dengan burung sejenis dari daerah lain. Ciri khas yang menandakan burung ini dari Aceh bisa dilihat dari ekornya yang sangat menarik.

Selain panjang, ekor burung ini memiliki dua warna. Hal itu tidak dimiliki murai batu dari daerah lain. “Ekornya lebih panjang dan berlapis ada dua warna. Kalau murai batu lain hanya satu warna,” kata Iskandar (40), yang menggeluti bisnis jual beli burung sejak 10 tahun lalu, 

Menurutnya, kelebihan pada ekor itulah yang membuat murai batu asal Aceh diminati pecinta burung dari pelosok daerah Indonesia. Untuk saat ini, pasaran harga murai batu aceh berkisar Rp 4 juta hingga 5 juta. Sedangkan untuk yang masih muda dihargai Rp 1 juta. 

Sejauh pengetahuannya, hanya murai asal Padangsidempuan yang menandingi kecantikan murai batu aceh. “Yang dari Nias juga kalah. Orang nggak mau ambil kalau nggak dari Aceh atau Padangsidempuan,” ujarnya.

Jenis burung asal Aceh lainnya yang banyak diminati ialah Kacer. Dibocorkannya, pengambilan dari Aceh biasanya Rp 100 ribu, tapi di Medan bisa terjual Rp 500 ribu. “Saya juga kurang tahu kenapa Kacer Aceh disukai. Pokoknya bilang saja dari Aceh, pasti ada yang beli itu,” bebernya.

Meski burung asal Aceh paling banyak dicari pecinta burung, tetapi dua tahun belakangan ini peredarannya di pasar semakin langka. Menurut pedagang burung, Iskandar, kelangkaan terjadi karena stok burung di alam liar Aceh yang sudah berkurang.

“Menurut informasi, kelangkaan itu muncul karena tindakan pecinta burung asal Jawa yang berburu langsung ke hutan di Aceh. Kalau mereka itu asal tangkap saja. Kalau kita kan hanya (tangkap) jantannya saja. Jadi betina tetap bisa bertelur lagi,” ujarnya.

Sebelumnya, pedagang asal Sigli ini mengaku sering memasok burung dari seorang rekannya di Aceh. Burung-burung itu dikirim melalui bus.

Di Medan sedikitnya terdapat dua tempat penjualan burung dalam skala besar, yakni di Jalan Bintang, dan Jalan Putri Merak Jingga. Tapi senada dengan Iskandar, para pedagang di dua lokasi itu kesulitan mendapat pasokan dari Aceh. 

Sebagian dari mereka tahu mengenai adanya Perda larangan jual-beli 10 jenis burung asal Aceh. “Kawan di sana (Aceh) bilang sudah dilarang. Bisa ditangkap (polisi) kalau nekat menangkap burung,” kata Junaidi, pedagang di Jalan Putri Merak Jingga.